Jumat, 23 Maret 2012

Kencing Di Kepala “Embah Sawangan”

            Aku adalah tipe orang yang tidak mudah bersyukur kepada Tuhan. Bahkan setelah banyak hal yang sudah ku dapat seperti mempunyai istri, anak, rumah, motor, terlebih mnjadi PNS. Namun jika dibandingkan dengan keadaan keluargaku, keadaan hidup tetanggaku lebih mapan dan terjamin sekalipun bukan PNS. Maka dari itulah, aku mencoba menemui paranormal desa yaitu Mbah Jenggot.
“Apa Anda tidak tahu, jika Pak Agus dan Pak Boris tetangga Anda yang menjadi kaya itu menggunakan Embah Sawangan untuk menjadi kaya?”
            Aku hanya dapat menggelengkan kepala mendengar itu semua. Kemudian aku bertanya “Lalu, jika aku juga ingin meminta dari Embah Sawangan, apa syaratnya?” Mbah Jenggot menjelaskan bahwa aku harus berpuasa 7 hari dahulu. Selesai puasa, ketika malam Jumat Kliwon aku harus pergi ke muara Sungai Punggur dan Sungai Sungai Menggal, duduk di atas batu besar yang hitam pekat. Kemudian, kuberikan Rp 20 ribu pada Mbah Jenggot dan memulai puasaku mulai dari Malam Jumat Pon sampai Malam Jumat Kliwon.
            Sesuai dengan syarat yang diberikan oleh Mbah Jenggot, malam itu pukul 10 aku keluar dari rumah menuju batu besar yang dulu ditunjukkan. Aku benar-benar ingin kaya, sehingga dingin malam itu tidak kuhiraukan, takutku tidak ku pedulikan, bahkan sejak puasa au sama sekali tidak menyebut kata yang berhubungan dengan Allah.
Pukul 11 aku sudah duduk di atas batu itu. Berbagai permintaan sudah aku persiapkan untuk disampaikan kepada Embah Sawangan pukul 12 nanti. Walau hanya satu jam, tapi rasanya sungguh lama. Dinginnya malam kurasa mulai menembus tubuhku dan menusuk tulang-tulangku sekalipun jaket tebal sudah membalut tubuh. Dan kini, aku merasa ingin buang air kecil. Padahal menurut Mbah Jenggot, aku harus menahannya sampai selesai bertemu. Namun lama ku tahan semakin ku tah tahan. Pukul 11.45 ku putuskan untuk buang air sebentar tiga meter dari situ tepatnya di batu putih tengah dari aliran sungai.
“Hee..hee..hee..heee..siapa yang berani mengencingi kepalaku…ku doakan akan hidup susah…hee..hee..hee..heee.” Suara itu jelas ku dengar seperti suara kuntilanak yang sering ku dengar di televisi. Hal itu membuatku takut dan segera menyebut nama Allah berulang kali. Seketika itu, suara kuntilanak yang ternyata Embah Sawangan itu menghilang dan aku sadar apa yang telah aku lakukan adalah salah. Aku tidak mengandalkan Allah. Ingin sekali setelah pulang, kemudian berubah dan bertobat. Toh selama ini aku masih banyak hal baik yang dapat aku lakukan. Astagfirullah, ampuni hambamu ini ya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar